
Tanaman melinjo sudah akrab di tengah masyarakat Indonesia. Berbagai bagian tanaman ini bisa dimanfaatkan. Daun muda tanaman ini biasa digunakan sebagai bahan sayur asem dan sayur lodeh. Biji tanaman yang memiliki nama latin Gnetum gnemon Linn ini juga bisa dimasak sebagai bahan sayur atau bahan baku emping.
Di Indonesia, tanaman melinjo tidak hanya banyak dijumpai di hutan dan di perkebunan saja. Di beberapa daerah, melinjo banyak dikebunkan di pekarangan rumah sebagai tanaman peneduh.
Meski banyak yang beranggapan melinjo dapat menyebabkan asam urat, namun banyak juga kandungan nutrisi di dalamnya. Kandungan protein yang ada di biji melinjo yang menghasilkan senyawa antioksidan dipercaya mampu menangkal radikal bebas yang menjadi penyebab berbagai macam penyakit.
Itulah yang membuat banyak pembudidaya melirik tanaman ini untuk dibiakkan. Salah satunya adalah Eman Suhendi, asal Sumedang, Jawa Barat. Dia mulai fokus menanam tanaman melinjo dan sejak tahun 2000. Di lahan seluas 3 hektare (ha), Eman juga menanam tanaman palawija. Namun, lahan yang dia garap sendiri hanya 1,5 ha.
Eman memanen melinjo dua kali setahun. Biasanya panen dilakukan setiap Juni dan Desember. Melinjo dari hasil kebunnya selalu dicari untuk bahan baku membuat emping. Sedangkan kulitnya sebagai bahan baku abon, sementara sisanya dia jual ke pasar sebagai bahan baku sayuran.
Lahan seluas 1 ha biasanya bisa ditanami lebih dari 100 pohon melinjo. Setiap pohon bisa menghasilkan 10 kg biji melinjo. Sehingga sekali panen, ia bisa menghasilkan sekitar 1,3 ton-1,5 ton melinjo siap kirim.
Harga jual biji melinjo kupas rata-rata Rp 7.500 per kg. Dari situ, Eman mengaku bisa mendapat omzet senilai Rp 15 juta sekali panen. Sementara, harga jual kulit melinjo harga jualnya jauh lebih murah. Dari penjualan kulit biji melinjo, dia bisa mendapat pendapatan sekitar Rp 2 juta. Eman memasok hasil panennya kepada pengepul di Cirebon, Majalengka, Kediri, Blitar, dan beberapa kota lain di Jawa Timur.
Pembudidaya lainnya adalah Taufik asal Nganjuk Jawa Timur. Dia membudidayakan tanaman melinjo di atas lahan 500 m². Di lahan seluas itu, Taufik bisa menanam sebanyak 50 pohon melinjo. Selain menjual bibitnya, Taufik juga menjual buah melinjo ke pasar-pasar di sekitar Jawa Timur.
Taufik biasanya memanen 400 kg buah melinjo dan 100 bibit melinjo sekali panen. Dia menjual melinjo tanpa kulit seharga Rp 10.000 per kg. Dari situ, dia bisa meraup omzet sekitar Rp 4 juta per panen. Untuk bibit dia jual Rp 8.000 per pohon.
Butuh Sinar Matahari
Membudidayakan tanaman melinjo sejatinya gampang-gampang susah. Tanaman ini butuh waktu lima tahun agar siap rutin panen dalam waktu enam bulan sekali. Bibit melinjo bisa didapatkan melalui penyemaian bibit atau juga lewat stek, tempel atau cangkok.
Eman Suhendi, petani melinjo di Sumedang, Jawa Barat mengatakan, tanaman melinjo lumayan tahan penyakit. Dia membudidayakan melinjo pertama kali dengan cara generatif yakni melalui penyemaian biji. Ini bertujuan agar pohon melinjo yang dihasilkan lebih tahan lama, memiliki akar yang lebih kuat serta lebih tahan hama penyakit.
Setelah lima tahun, pohon melinjo sudah bisa menghasilkan buah yang berkualitas. Baru setelah itu Eman mulai fokus untuk pembudidayaan. Buah melinjo yang digunakan untuk bibit dipilih dari melinjo yang benar-benar matang secara alami.
Untuk media tanam, melinjo tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus, sehingga dapat tumbuh pada tanah-tanah liat atau lempung, berpasir, dan berkapur. Meski demikian tanaman melinjo tidak tahan terhadap tanah yang selalu tergenang air atau berkadar asam tinggi.
Lahan yang akan ditanami melinjo harus terbuka atau terkena sinar matahari. Tiga minggu sampai empat minggu sebelumnya tanah perlu disiapkan dengan membuat lubang tanam dengan jarak antar tanaman sekitar 6m-8m. Sedangkan untuk cara stek atau cangkok, tanaman ditanam dengan kedalaman 50cm sampai 60 cm agar tidak mudah roboh.
Tanaman melinjo di awal-awal perlu disiram terutama pada musim kemarau. Sebelumnya, beri pupuk kimia agar pupuk bisa segera diserap oleh tanaman. Pemangkasan dan pencegahan hama dengan penyiangan agar tanaman tidak lembab pun harus dilakukan.
Panen melinjo dilakukan dua kali dalam setahun. Eman biasanya panen besar pada Mei-Juli dan panen kecil di bulan Oktober-Desember.Hasil panen melinjo berupa buah, bunga, dan daun.
Cara pemetikan biji melinjo menggunakan tangga dari bambu seperti pada pemetikan bunga cengkeh. Tangga bambu dilengkapi dengan tali atau tampar plastik. Ini lantaran pohon melinjo tidak kuat dan rapuh, sehingga panen tidak dilakukan dengan cara memanjat pohon.
Petani melinjo lainnya, Taufik, menyarankan baiknya tanaman melinjo ditanam pada musim hujan seperti di bulan Juni dan Juli.
Untuk hama dan penyakit, tanaman ini kerap diserang serangga yang membuat daun menjadi bolong-bolong. Selain itu serangan bajing dan tikus yang membuat pohon menjadi rusak. Untuk menghindari serangan hama, pohon harus disemprot cairan pestisida. (ktn)
sumber : http://umkmnews.com
0 comments:
Post a Comment